GAS CHROMATOGRAPHY

Posted by DPC LI-BAPAN LAMPUNG UTARA 0 komentar
         GC (Gas Chromatography)  yang biasa disebut juga Kromatografi gas (KG) merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an. GC merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran Perkembangan teknologi yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat.
GC menggunakan gas sebagai gas pembawa/fase geraknya.

Ada 2 jenis kromatografi gas, yaitu :
  1. Kromatografi gas–cair (KGC) yang fase diamnya berupa cairan yang diikatkan pada suatu pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam.
  2. Kromatografi gas-padat (KGP), yang fase diamnya berupa padatan dan kadang-kadang berupa polimerik.
SISTEM PERALATAN KROMATOGRAFI GAS (GC)


1. Fase gerak
         Fase gerak pada GC juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas.
  Gas pengangkut/ pemasok gas (carrier gas) ditempatkan dalam silinder bertekanan tinggi. Biasanya tekanan dari silinder sebesar 150 atm. Tetapi tekanan ini sangat besar untuk digunakan secara Iansung. Gas pengangkut harus memenuhi persyaratan :
      a.       Harus inert, tidak reaktif, tidak bereaksi dengan cuplikan, cuplikan-pelarut, dan material dalam kolom.
      b.      Murni dan mudah diperoleh, serta murah.
      c.      Sesuai/cocok untuk detektor.
      d.      Harus mengurangi difusi gas.
      e.    dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi (biasanya merah untuk hidrogen, dan abu-abu untuk nitrogen).                                                                           
 Gas-gas yang sering dipakai adalah : helium, argon, nitrogen, karbon dioksida dan hidrogen. Gas helium dan argon  sangat baik, tidak mudah terbakar, tetapi sangat mahal. H2  mudah terbakar, sehingga harus berhati-hati dalam pemakaiannya. Kadang-kadang digunakan juga CO2.
 Pemilihan  gas pengangkut atau pembawa ditentukan oleh detektor yang digunakan, tipe kolom (packing atau kapiler) serta biaya. Tabung gas pembawa dilengkapi dengan pengatur tekanan keluaran dan pengukur tekanan. Sebelum masuk ke kromatografi, ada pengukur kecepatan aliran gas serta sistem penapis molekuler untuk memisahkan air dan pengotor  gas lainnya. Pada dasarnya kecepatan alir gas diatur melalui pengatur tekanan dua tingkat yaitu pengatur kasar (coarse) pada tabung gas dan pengatur halus (fine) pada kromatografi. Tekanan gas masuk ke kromatograf (yaitu tekanan dari tabung gas) diatur pada 10-50 psi (di atas tekanan ruangan) untuk memungkinkan aliran gas 25-150 mL/menit pada kolom terpaket dan 1-25 mL/menit untuk kolom kapiler. Helium merupakan contoh gas pembawa yang sering digunakan, karena memberikan efisiensi kromatografi yang lebih baik (mengurangi pelebaran pita).
Table 1. Gas pembawa dan jenis detector
Gas pembawa
Detector
Hydrogen
Hantar panas
Helium
Hantar panas
Ionisasi nyala
Fotometri nyala
Nitrogen
Ionisasi nyala
Tangkap electron
Fotometri nyala
Argon
Ionisasi nyala
Argon + Metana 5%
Tangkap electron
Karbon dioksida
Hantar panas


2. Ruang suntik sampel
                  Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien. Desain yang populer terdiri atas saluran gelas yang kecil atau tabung logam yang dilengkapi dengan septum karet pada satu ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan semprit (syringe). Karena helium (gas pembawa) mengalir melalui tabung, sejumlah volume cairan yang diinjeksikan (biasanya antara 0,1-3,0 μL) akan segera diuapkan untuk selanjutnya di bawa menuju kolom. Berbagai macam ukuran semprit saat ini tersedia di pasaran sehingga injeksi dapat berlangsung secara mudah dan akurat. Septum karet, setelah dilakukan pemasukan sampel secara berulang, dapat diganti dengan mudah. Sistem pemasukan sampel (katup untuk mengambil sampel gas) dan untuk sampel padat juga tersedia di pasaran(1).
Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu:
a. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injector yang  panas dan 100 % sampel masuk menuju kolom.
b. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injector yang panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.
c. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injector yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah ditutup; dan
d. Injeksi langsung ke kolom (on column injection), yang mana ujung semprit dimasukkan langsung ke dalam kolom.
Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa-senyawa yang mudah menguap; karena kalau penyuntikannya melalui lubang suntik secara langsung dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi atau pirolisis.

3. Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada GC.
Ada 3 jenis kolom pada GC yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column); dan kolom preparative (preparative column). 

Kolom kemas terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium. Panjang kolom jenis ini adalah 1–5 meter dengan diameter dalam 1-4 mm. Kolom kapiler sangat banyak dipakai karena kolom kapiler memberikan efisiensi yang tinggi (harga jumlah pelat teori yang sangat besar > 300.000 pelat). Kolom preparatif digunakan untuk menyiapkan sampel yang murni dari adanya senyawa tertentu dalam matriks yang kompleks.

Fase diam yang dipakai pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50%-metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-20M) (6).

4. Detektor
                Komponen utama selanjutnya dalam kromatografi gas adalah detektor. Detektor digunakan untuk memonitor gas pembawa yang keluar dari kolom dan merespon perubahan komposisi solut yang terelusi.Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak.
             Pada garis besarnya detektor pada KG termasuk detektor diferensial, dalam arti respons yang keluar dari detektor memberikan relasi yang linier dengan kadar atau laju aliran massa komponen yang teresolusi. Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponen-komponen oleh GC disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data kualitatif, sedangkan luas puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif yang keduanya telah dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan tetapi apabila kromatografi gas digabung dengan instrumen yang multipleks misalnya GC/FT-IR/MS, kromatogram akan disajikan dalam bentuk lain.
      Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh sebuah detektor, antara lain:
             Dapat merespon dengan cepat kehadiran solut
             Memiliki rentangan respon linier yang luas
             Memiliki kepekaan tinggi
             Stabil pada pengoperasian
     Beberapa parameter yang sering dijumpai pada detektor, yaitu:
     a.       Ratio signal
         Ratio signal terhadap detector (S/N) menyatakan hubungan antara respon detektor dengan getaran rekorder setelah pembesaran maksimum. Besaran S/N digunakan untuk menentukan Batas Deteksi Minimum.
     b.      Batas Deteksi Minimum (BDM)
              Harga BDM telah tercapai kesepakatan adalah sebesar 2 S/N. factor respon dinyatakan dengan rumus A/M, dimana A adalah area puncak dan M adalah cuplikan untuk detector yang peka terhadap massa. Untuk detector yang peka terhadap konsentraasi digunakan rumus AF/M, dimana F adalah laju alir pembawa gas.
     c.       Kisaran Dinamik Linear (KD)
           Kisaran Dinamik (KD) menyatakan rasio besarnya solut terhadap besaran solut minimum yang dapat terdeteksi secara linier. Makin besar  harga KD makin besar jangkauan konsentrasi yang dapat dianalisis. Pengertian yang lebih operasional untuk KD adalah besaran konsentrasi cuplikan dimana respon berdasarkan pengukuran area kurang lebih 20%.
     d.      Kespesifikan/ keuniversalan detektor
     Jenis-Jenis Detektor
     Berdasarkan Kespesifikannya
    1.      Detektor Spesifik
     Detektor spesifik yaitu detector yang hanya dapat  mendeteksi beberapa jenis senyawa saja. Contoh: DTE dan DFN
    2.      Detektor Universal
      Detektor Universal yaitu detector yang dapat mendeteksi semua jenis senyawa. Contoh: DHP dan DIN.

       ­   Berdasarkan pengaruhnya terhadap cuplikan
    1.      Detektor Destruktif
Detektor Destruktif adalah jenis detector yang dapat merusak cuplikan,
contoh: DIN.
    2.      Detektor non destruktif
Detektor non destruktif adalah jenis detector yang tidak merusak cuplikan, contoh: DHP.

      Berdasarkan cara kerjanya
a. Flame Ionization Detector (FID),adalah detektor general untuk mengukur komponen-komponen sampel yang memiliki gugus alkil (C-H).Komponen sampel masuk ke FID,kemudian akan dibakar dalam nyala (campuran gas H2 dan udara), komponen akan terionisasi,ion-ion yang dihasilkan akan dikumpulkan oleh ion collector,arus yang dihasilkan akan diperkuat,kemudian akan dikonversi menjadi satuan tegangan.Semakin tinggi konsentrasi komponen, makin banyak pula ion yang dihasilkan sehingga responnya juga makin besar. Detektor ini mengukur jumlah atom karbon dan bersifat umum untuk semua senyawa organik (Senyawa Flour tinggi dan karbondisulfida tidak terdeteksi). Respon sangat peka, dan linier ditinjau dari segi ukuran cuplikan serta teliti.
Hal yang perlu diperhatikan dalam detektor ini adalah kecepatan aliran O2 dan H2 (H2 ± 30mL per menit dan O2 sepuluh kalinya), serta suhu (harus diatas 100˚C untuk mencegah kondensasi uap air yang mengakibatkan FID berkarat atau kehilangan sensitivitasnya)

b. Thermal Conductivity Detector (TCD) adalah detektor paling general sebab hampir semua komponen memiliki daya hantar panas.TCD bekerja dengan prinsip mengukur daya hantar panas dari masing-masing komponen.Mekanismenya berdasarkan teori “Jembatan Wheatstone” di mana ada dua sel yaitu sel referensi dan sel sampel.Sel referensi hanya dilalui oleh gas pembawa,sementara sel sampel dilalui oleh gas pembawa dan komponen sampel.Perbedaan suhu kedua sel akan mengakibatkan perbedaan respon listrik antara keduanya dan ini akan dihitung sebagai respon komponen sampel. Detektor TCD banyak digunakan untuk analisis gas. Detektor ini didasarkan bahwa panas dihantarkan dari benda yang suhunya tinggi ke benda lain yang suhunya lebih rendah. Pada detektor ini filament harus dilindungi dari udara ketika filamen itu panas dan tidak boleh dipanaskan tanpa dialiri gas pembawa. Secara teoritis keuntungannya tidak merusak komponen yang dideteksi.  Detektor hantar panas termasuk detektor konsentrasi yakni semua molekul yang melewatinya diukur jumlahnya dan tidak tergantung pada laju aliran fasa gerak.

c. Electron Capture Detector (ECD) adalah detektor khusus untuk mendeteksi senyawaan halogen organik.Banyak diaplikasikan untuk analisis senyawaan pestisida.Secara prinsip,komponen sampel akan ditembak dengan sumber radioaktif Nikel,dan jumlah elektron yang hilang dari proses itu dianggap linear dengan konsentrasi senyawaan tersebut. Detektor ini dilengkapi dengan radioaktif yaitu 3H atau 63Ni. Dasar kerja detektor ini adalah penangkapan elektron oleh senyawa yang mempunyai afinitas terhadap elektron bebas, yaitu senyawa yang mempunyai unsur-unsur negatif.

d. Flame Photometric Detector (FPD) adalah detektor khusus untuk mendeteksi senyawaan sulfur, posfor dan atau timah organik. Prinsip detektor ini yaitu senyawa yang mengandung sulfur atau fosfor dibakar  dalam nyala hydrogen/oksigen maka akan terbentuk spesies yang tereksitasi dan menghasilkan suatu emisi yang spesifik yang dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Untuk yang mengandung S diukur pada λ 393 nm, sementara yang mengandung fosfor diukur pada λ 526 nm.Banyak digunakan untuk analisis senyawaan pestisida.

e. Flame Thermionic Detector(FTD) adalah detektor khusus untuk mendeteksi senyawaan nitrogen dan atau posfor organik.Prinsipnya adalah pembakaran senyawaan komponen kemudian direaksikan dengan garam Rubidium dan respon listrik yang dihasilkan akan diperkuat dan dikonversi menjadi satuan tegangan.Banyak digunakan untuk analisis senyawaan pestisida. Detektor ini sangat selektif terhadap nitrogen dan fosfor karena adanya elemen aktif diatas aliran kapiler yang terbakar oleh plasma (1600˚C). Elemen dapat berupa logam kalium, rubidium atau sesium yang dilapiskan pada silinder kecil alumunium, dan berfungsi sebagai  sumber ion di dalam plasma yang menekan ionisasi hidrokarbon di dalam plasma tetapi menaikkan ionisasi sampel yang mengandung N atau P
f. Mass Spectrometer (MS) adalah detektor khusus yang dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif.Prinsip pengukurannya adalah komponen sampel dipecah menjadi bentuk ion fragmennya (baik secara elektronik maupun kimiawi) lalu ion fragmen tersebut dilewatkan ke Mass Analyzer untuk memisahkan ion berdasarkan perbedaan massa/muatan dan selanjutnya diteruskan ke ion detector untuk mendeteksi jumlah ion yang dihasilkan.Spektrum fragmen yang dihasilkan oleh masing-masing komponen akan menunjukkan karakteristik yang khas,dan ini digunakan untuk tujuan identifikasi kualitatif dengan membandingkan dengan database atau library spektrum yang telah ada.
   
Table. Karakteristik beberapa detector kromatografi
Detektor
BDM (g det-1)
KD
Batas Suhu (˚C)
Tanda-tanda Khas
TCD
10-9
104
450
Tidak merusak, peka terhadap suhu dan aliran
FID
10-12
107
400
Merusak, sangat stabil
ECD
10-13
102-105
350
Tidak merusak, mudah terkontaminasi, peka terhadap suhu
FTD
10-14 (P)
10-12 (N)
105
105
400
400
Mirip DIN
Mirip DIN



Beberapa sifat detektor yang digunakan dalam kromatografi gas adalah sebagai berikut :
Jenis Detektor
Jenis Sampel
Batas Deteksi
Kecepatan Alir (ml/menit)
Gas Pembawa
H2
Udara
Hantaran panas
Senyawa umum
5-100 ng
15-30
-
-
Ionisasi nyawa
Hidrokarbon
10-100 pg
20-60
30-60
200-500
Penangkap elektron
Halogen organic, pestisida
0,05-1 pg
30-60
-
-
Nitrogen-fosfor
Senyawa nitrogen organik dan fospat organic
0,1-10 g
20-40
1-5
700-100
Fotometri nyala (393 nm)
Senyawa-senyawa sulfur
10-100 pg
20-40
50-70
60-80
Fotometri nyala (526 nm)
Senyawa-senyawa fosfor
1-10 pg
20-40
120-170
100-150
Foto ionisasi
Senyawa yang terionisasi dg UV
2 pg C/detik
30-40
-
-
Konduktivitas elektrolitik
Halogen, N, S
0,5 pg C
12 pg S
4 pg N
20-40
80
-
Fourier Transform-inframerah (FTIR)
Senyawa-senyawa organik
1000 pg
3-10
-
-
Selektif massa
Sesuai untuk senyawa apapun
10 pg-10 ng
0,5-30
-
-
Emisi atom
Sesuai untuk elemen apapun
0,1-20 pg
60-70
-

5. Komputer
Komponen GC selanjutnya adalah komputer. GC modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunaknya (software) untuk digitalisasi signal detektor dan mempunyai beberapa fungsi antara lain:
  • Memfasilitasi setting parameter-parameter instrumen seperti: aliran fase gas; suhu oven dan pemrograman suhu; serta penyuntikan sampel secara otomatis.
  • Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan menggunakan grafik berwarna.
  • Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan statistik.
  • Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu(4)
















Read More..

Total Tayangan Laman