REAKTOR
1
komentar
I.
Tujuan
a.
Menjelaskan pengertian Reaktor secara umum
b.
Menyebutkan macam – macam Reaktor
c.
Mengetahui neraca massa dan neraca panas pada Reaktor
d.
Menghitung tinggi dan diameter Reaktor
II.
Pendahuluan
A. Reactor
Dalam reaktor alir pipa atau plug flow reactor, campuran reaktan dan
produk mengalir dengan profil kecepatan yang benar-benar rata. Kecepatan alir
dan konsentrasi adalah seragam di seluruh jari-jari pada setiap penempang
reaktor dan tidak ada difusi longitudinal baik dari reaktan maupun produknya. Dalam
bab-bab terdahulu telah dibahas cara-cara perhitungan untuk mendesain suatu
reaktor, baik untuk reaktor tertutup (reaktor batch), reaktor alir tangki
berpengaduk (RATB) dan Reaktor Aliran Sumbat (Plug Flow Reaktor).
Perhitungan-perhitungan tersebut dilakukan dengan anggapan bahwa temperature
reaksi adalah tetap selama operasi. Sehingga analisisnya relatif sederhana
karena hanya ada satu variabel saja yang berubah, yaitu konsentrasi reaktan.
Di dalam praktek hipotesa aliran
dalam reaktor alir pipa ini biasanya cocok untuk reaktor-reaktor berbentuk
tabung dimana aliran fluidanya betul-betul turbulen atau untuk jenis reaktor fixed bed yang berisi “packing“. Jika
dalam reaktor alir pipa diisi dengan katalis padat disebut reaktor fixed bed atau fluidized bed.
Reaktor alir pipa desebut ideal jika
zat-zat pereaksi dan hasil reaksi mengalir dengan kecepatan yang sama diseluruh
pemampang pipa. Di reaktor komposisi , suhu dan tekanan diseluruh penampang
reaktor selalu sama. Perbedaan komposisi, suhu dan tekanan hanya terjadi di
sepanjang dinding reaktor. Reaktor jenis ini banyak digunakan dalam industri
dengan zat pereaksi atau reaktan berupa fase gas atau cair dengan kapasitas
produksi yang cukup besar.
Apabila pada saat reaksi reaksi berlangsung, efek panas turut diperhitungkan,
maka ada kemungkinan bahwa temperatur reaksi juga akan turut berubah dengan
waktu (waktu reaksi untuk reaktor batch atau waktu tinggal untuk reaktor alir
kontinyu).
B.
Jenis-jenis reactor
1.
Berdasarkan bentuknya
a.
Reaktor tangki
Dikatakan reaktor tangki ideal bila
pengadukannya sempurna, sehingga komposisi dan suhu didalam reaktor setiap saat
selalu uniform. Dapat dipakai untuk proses batch, semi batch, dan proses alir.
b.
Reaktor pipa
Biasanya digunakan
tanpa pengaduk sehingga disebut Reaktor Alir Pipa. Dikatakan ideal bila zat
pereaksi yang berupa gas atau cairan, mengalir didalam pipa dengan arah sejajar
sumbu pipa.
2.
Berdasarkan prosesnya
a.
Reaktor Batch
§ Biasanya untuk reaksi fase cair
§ Digunakan pada kapasitas produksi yang kecil
Keuntungan
reactor batch:
- Lebih murah dibanding reactor alir
- Lebih mudah pengoperasiannya
- Lebih mudah dikontrol
Kerugian reactor
batch:
- Tidak begitu baik untuk reaksi fase gas (mudah terjadi kebocoran
pada lubang pengaduk)
- Waktu yang dibutuhkan lama, tidak produktif (untuk pengisian,
pemanasan zat pereaksi, pendinginan zat hasil, pembersihan reactor, waktu
reaksi)
b.
Reaktor Alir (Continous Flow)
Ada 2 jenis:
1.
RATB (Reaktor Alir Tangki
Berpengaduk)
Keuntungan:
- Suhu dan komposisi campuran dalam rerraktor sama
- Volume reactor besar, maka
waktu tinggal juga besar, berarti zat pereaksi lebih lama bereaksi di reactor.
Kerugian:
- Tidak effisien untuk reaksi fase gas dan reaksi yang bertekanan
tinggi.
- Kecepatan perpindahan panas lebih rendah dibanding RAP
- Untuk menghasilkan konversi yang sama, volume yang dibutuhkan RATB
lebih besar dari RAP.
2.
RAP
Dikatakan ideal jika zat pereaksi dan
hasil reaksi mengalir dengan kecepatan yang sama diseluruh penampang pipa.
Keuntungan :
Memberikan volume yang lebih kecil
daripada RATB, untuk konversi yang sama
Kerugian:
1.
Harga alat dan biaya instalasi
tinggi.
2.
Memerlukan waktu untuk mencapai
kondisi steady state.
3.
Untuk reaksi eksotermis
kadang-kadang terjadi “Hot Spot” (bagian
yang suhunya sangat tinggi) pada tempat pemasukan . Dapat menyebabkan kerusakan
pada dinding reaktor.
c.
Reaktor semi batch
Biasanya berbentuk
tangki berpengaduk
3.
Jenis reaktor berdasarkan
keadaan operasinya
1. Reaktor isotermal.
Dikatakan isotermal jika umpan yang
masuk, campuran dalam reaktor, aliran yang keluar dari reaktor selalu seragam dan bersuhu sama.
2.
Reaktor adiabatis.
·
Dikatakan adiabatis jika tidak
ada perpindahan panas antara reaktor dan sekelilingnya.
·
Jika reaksinya eksotermis, maka
panas yang terjadi karena reaksi dapat dipakai untuk menaikkan suhu campuran di
reaktor. ( K naik dan –rA besar sehingga waktu reaksi menjadi lebih pendek).
3.
Reaktor Non-Adiabatis
a.
Reaktor Gas Cair dengan Katalis
Padat
1)
Packed/Fixed bed reaktor (PBR).
Terdiri dari satu pipa/lebih berisi
tumpukan katalis stasioner dan dioperasikan vertikal. Biasanya dioperasikan
secara adiabatis.
2)
Fluidized bed reaktor (FBR)
·
Reaktor dimana katalisnya
terangkat oleh aliran gas reaktan.
·
Operasinya: isotermal.
·
Perbedaan dengan
Fixed bed: pada Fluidized bed jumlah
katalis lebih sedikit dan katalis bergerak sesuai kecepatan aliran gas
yang masuk serta FBR memberikan luas
permukaan yang lebih besar dari PBR
b.
Fluid-fluid reaktor
Biasa digunakan untuk reaksi gas-cair
dan cair-cair.
1)
Bubble Tank.
2)
Agitate Tank
3)
Spray Tower
Pertimbangan dalam pemilihan fluid-fluid reaktor.
1. Untuk gas yang sukar larut (Kl <) sehingga transfer massa kecil
maka Kl harus diperbesar .Jenis spray tower tidak sesuai karena kg besar pada
Spray Tower
2. Jika lapisan cairan yang
dominan, berarti tahanan dilapisan cairan kecil maka Kl harus diperbesar
» jenis spray tower tidak sesuai.
3.
Jika lapisan gas yang
mengendalikan (maka Kg <)
» jenis
bubble tank dihindari.
4.
Untuk gas yang mudah larut
dalam air
» jenis bubble tank dihindari.
C.
Neraca Panas pada Reactor
a.
Panas Reaksi
Panas reaksi (Notasi ∆H) merupakan
ukuran tentang banyaknya panas yang diserap atau dikeluarkan pada saat suatu
reaksi berlangsung. Misalnya untuk
reaksi berikut ini :
a A +
b B r R +
s S ∆Hr kkal/mol
Panas reaksi (∆Hr)
didefinisikan sebagai panas yang dibutuhkan/dihasilkan bil a mol zat A bereaksi
dengan b mol zat B membentuk r mol zat R dan s mol zat S. Besarnya panas reaksi
ini selain, selain tergantung pada temperatur dan tekanan operasinya, juga
tergantung pada keadaan sistim itu sendiri, yaitu apakah sistim tempat reaksi
berlangsung merupakan sistim terbuka atau tertutup.
1.
Sistim terbuka
Gambar
8.1. Tinjauan Sistim Reaktor
Secara termodinamika bisa dibuktikan
bahwa panas reaksi untuk sistim terbuka adalah sama dengan perbedaan entalpi
produk total dengan entalpi reaktan total, atau :
∆Hr = ∑ ni hi .............................................
(1)
di mana : hi adalah entalpi molar komponen i
Kalau entalpi produk total lebih
besar dari pada entalpi reaktan total, maka ∆Hr akan berharga
positif. Ini berarti bahwa sejumlah panas harus ditambahkan agar reaksi dapat
berlangsung. Reaksi yang semacam ini disebut reaksi endotermik. Untuk keadaan sebaliknya, yaitu ∆Hr < 0 ,
berarti bahwa sejumlah panas akan dibebaskan pada saat reaksi berlangsung dan
reaksi ini disebut reaksi eksotermik. Harga
panas reaksi pada suhu standar untuk reaksi-reaksi tertentu biasanya telah
tersedia di dalam tabel-tabel termodinamika. Bila seandainya untuk
reaksi-reaksi tertentu data panas reaksinya tidak bisa diperoleh secara
langsung, maka bisa saja ditempuh cara lain, yaitu dengan menghitungnya
berdasarkan :
1.
Data entalpi pembentukan standar (∆Hfo)
atau
2.
Data entalpi pembakaran (∆Hco).
2.
Sistim Tertutup
Sistim tertutup dapat dibagi dalam 2 (dua) katagori, yaitu :
- Sistim tertutup pada
tekanan konstan
Untuk sistim seperti ini, panas
reaksi dihitung tepat sama dengan apa yang telah diturunkan untuk sistim
terbuka, yaitu panas reaksi adalah sama dengan perbedaan entalpi produk dan
reaktan.
- Sisitim tertutup pada
volume konstan
Menurut hukum termodinamika panas
reaksi untuk sistim tertutup pada volume konstan, adalah sama dengan perbedaan
energi dalam (internal energi)antara
produk dan reaktan, atau dituliskan :
∆Ur = ∑ ni
Ui ....................................(2)
di mana : Ui adalah energi
dalam molar senyawa i.
b.
Estimasi Efek Panas
Penentuan panas reaksi biasanya
dilakukan di dalam suatu alat yang disebut “Bomb calometri”. Alat ini berupa
suatu sistim reaktor tertutup dengan volume konstan, sehingga panas reaksi yang
kita dapatkan adalah sama dengan perubahan enrgi dalamnya.
Untuk merubah panas reaksi pada
volume konstan menjadi panas reaksi pada tekanan konstan seperti dinyatakan
dalam banyak literatur, dipakai korelasi sebagai berikut :
H =
U + pV .....................................(3)
Perubahan entalpi pada temperatur dan
tekanan konstan adalah :
∆HP,T =
∆UP,T + p(∆V)T .....................................(4)
di mana :
∆UP,T adalah perubahan energi dalam pada
temperatur dan tekanan konstan Untuk gas-gas yang mendekati hukum gas ideal dan
perubahan tekanan di dalam alat bomb calorimeter tidak terlalu besar, nilai ∆UP,T kira-kira sama dengan perubahan energi
dalam pada temperatur dan volume konstan, atau dituliskan :
∆UP,T =
∆UV,T .....................................(5)
Sehingga persamaan (4) menjadi :
∆HP,T =
∆UV,T + p(∆V)T .....................................(6)
Apabila selama reaksi jumlah mol total adalah tetap
(atau kalau di dalam sistim terjadi proses pengembunan, sehingga jumlah mol di
dalam fasa adalah tetap), maka :
∆HP,T =
∆UV,T .....................................(7)
Apabila campuran reaksi di dalam reaktor dianggap
mengikuti hukum gas ideal, maka :
p(∆V)T
= ∆n RT ................................... (8)
Sehingga persamaan (8.6), dapat dituliskan menjadi :
∆HP,T =
∆UV,T + ∆n RT .....................................(9)
Pada perhitungan-perhitungan praktis harga p(∆V)T
ini biasanya relatif kecil dibandingkan dengan ∆UV,T , sehingga kalau diambil saja : ∆HP,T
= ∆UV,T , kesalahan yang dibuat bisa diabaikan.
c.
Pengaruh Temperatur Terhadap Panas Reaksi
Panas reaksi pada temperatur T2
(keadaan akhir) dapat ditentukan berdasarkan data panas reaksi pada temperatur
T1 (keadaan awal) yang diketahui menurut korelasi sebagai berikut :
...................................(10)
di mana :
= Σ ni Cpi
Cpi = panas jenis
komponen i
= panas reaksi molar
pada temperatur T1 dan T2
Karena panas jenis Cp dari masing-masing komponen
biasanya dinyatakan dalam bentuk fungsi temperatur yaitu :
Cp =
α + β T
+ γ T2
maka : ∫ dapat dituliskan
menjadi :
∫ =
di mana :
∆α
= Σ ni α
∆β
= Σ ni β
∆γ = Σ
ni γ
Sehingga persamaan (8.10) menjadi :
.................(11)
Apabila panas jenis tiap komponen dalam campuran reaksi
adalah konstan antara T1 dan T2, maka perbedaan panas
jenis antara produk dan reaktan juga konstan, sehingga panas reaksi pada
temperatur T2 bisa dituliskan sebagai berikut :
..................................(12)
d.
Neraca Energi untuk Reaktor Batch
Hal yang pertama diperhatikan untuk
menurunkan persamaan neraca energi di
dalam reaktor batch adalah diketahui dahulu apakah sistim operasi pada volume
konstan atau pada tekanan konstan. Untuk keadaan yang pertama (volume konstan)
setiap perubahan energi yang dialami sistim adalah ekivalen dengan perubahan
energi dalamnya. Sedangkan untuk sistim yang kedua (tekanan tetap) setiap
perubahan energi yang dialami sistim adalah ekivalen dengan perubahan entalpi.
Dengan demikian neraca energi untuk reaksi :
a A +
b B r R +
s S
dapat dituliskan sebagai berikut :
Panas yang +
Panas yang dihasilkan = Panas yang ..........
(13)
masuk
reaksi terakumulasi
Untuk sistim dengan volume tetap :
...................................(14)
Untuk sistim dengan tekanan tetap :
...................................(15)
di mana :
VR = volume reaktor
MR = massa total campuran di dalam reaktor
Cv
= panas jenis campuran pada volume tetap, kal/g.
oC
Cp = panas
jenis campuran pada tekanan tetap, kal/g.oC
∆Ur = panas reaksi per mol A (pada volume tetap)
∆Hr = panas reaksi per mol A (pada tekanan tetap)
Kedua prinsip diatas harus
betul-betuk dipahami, walaupun di dalam perhitungan-perhitungan praktis seringkali
hanya dipakai model persamaan (15), baik untuk sistim dengan volume tetap
maupun sistim dengan tekanan tetap (konstan). Kesalahan yang terjadi relatif
kecil sekali dan dapat diabaikan).
§ Reaktor Batch dengan
Operasi Adiabatik
Dalam operasi adiabatik tidak ada
sama sekali panas yang masuk maupun yang keluar dari sistim, atau :
Q
= 0
Sehingga neraca energinya menjadi :
.......................(16)
dari definisi kecepatan reaksi, yaitu
:
.......................(17)
atau :
.......................(18)
substitusi ke persamaan (8.16)
menjadi :
.......................(19)
Apabila pada interval temperatur di
mana operasi berlangsung harga ∆Hr dan Cp dapat dianggap konstan,
maka persamaan (8.19) bisa ditulisskan :
......................(20)
di mana :
To
= temperatur pada awal reaksi (XA
= 0)
T
= temperatur campuran pada saat
konversi reaksi XA.
Persamaan
(8.20) menunjukkan perubahan temperatur selama reaksi berlangsung dan perubahan
ini akan secara langsung mempengaruhi besarnya harga konstanta kecepatan reaksi
(k).
Kalau pengaruh temperatur terhadap k
mengikuti Arhenius, yaitu :
maka dengan mengganti T pada
persamaan di atas dengan T pada persamaan
(8.20) akan diperoleh k sebagai fungsi derajat konversi reaksi XA,
yaitu :
Persamaan neraca massa di dalam
reaktor :
.........(21)
sedangkan waktu yang diperlukan untuk
mendapatkan konversi XA adalah :
...........(22)
Persamaan di atas sangat sulit
diselesaikan secara analitis, sehingga seringkali penyelesaiannya dilakukan
secara integrasi grafis yaitu dengan
membuat plot antara :
dengan menentukan luas bidang antara
kurva tersebut dengan sumbu XA.
§ Reaktor Batch dengan
Operasi Isotermal
Temperatur adalah konstan selama berlangsung,
yang berarti bahwa semua panas yang dihasilkan/diserap adalah sama dengan panas
yang dipindahkan melalui dinding media pemindah panas, sehingga tidak ada
akumulasi panas di dalam sistim.
Persamaan neraca energi untuk sistim operasi semacam ini
adalah :
Panas yang dihasilkan = Panas
yang reaksi dipindahkan
= - UA (Tk
– T) ........(23)
di mana :
Tk = temperatur medium penukar panas
T = temperatur reaksi
U = over all heat tranfer coefficient
A = luas bidang penukar panas
Tk - T =
perbedaan temperatur antara campuran reaksi dengan media penukar panas
Jika
sebagai medium penukar panas dipakai suatu fluida yang mengalir di dalam pipa
(heat exchanger), dengan temperatur masuk dan keluar masing-masing adalah Tk1
dan Tk2, maka perbedaan temperatur rata-rata antara medium
pemindah panas dan campuran reaksi adalah :
.......................(24)
Sehingga persamaan (8.23) dapat ditulis manjadi :
.......................(25)
Waktu yang diperlukan untuk mencapai derajat konversi XA,
adalah sama seperti apa persamaan yang telah diturunkan sebelumnya untuk
reaktor batch adalah :
...................................(26)
Banyaknya panas yang dihasilkan atau diserap (Q) selama
reaksi dapat dihitung berdasarkan jumlah A yang bereaksi (CAo XA
V), atau :
.......................(27)
D.
Neraca Massa pada Reactor
1.
Neraca Massa dan Persamaan Karakteristik Reactor Alir Sumbat
Neraca massa pada
reaktor alir pipa pada kondisi steady state sebagai berikut :
CAo
CAf
FAo
FA
FA+dFA
FAf
XAo XA XA+dFA XAf
vo dv
vf
L
Gambar 7.1 Skema neraca masa di dalam
reaktor alir pipa
Neraca masa di dalam segmen volume dV adalah sebagai
berikut :
FA = ( -rA ) dV + (
FA + dFA ) (1)
A masuk = A yang hilang A yang keluar
karena
reaksi
atau: -
dFA = -rA dV (2)
karena - FA = FA0 ( 1 –
XA ) maka persamaan (2)
bisa ditulis dalam fungsi XA , menjadi FA0 dXA = -rA
dV (3)
atau,
dXA -rA -rA
---- = ---- =
----- (4)
dV FA0 υo CAo
Karena -rA merupakan fungsi dari XA, maka
persamaan (4) biasanya ditulis sebagai berikut :
dV dV dXA
---- = -----
= ------- (5)
FA0 υo CAo -rA
Besarnya konversi pada bagian
keluaran (output) reaktor diperoleh dengan mengintegrasikan persamaan 5 , untuk
seluruh volume reaktor V dengan harga batas antara XAo dan XA,
V XA dXA
---- = CAo ∫
------- (6)
υo XA0 -rA
dimana :
V volume reaktor
------ = --------------------- = τp = space
time
υo laju alir umpan
Kebalikan dari space time adalah
space velocity τs = 1/ τp , yaitu kecepatan alir umpan
yang diizinkan per satuan volume reaktor untuk mendapatkan suatu harga konversi
tertentu.
Persamaan (6)
sekarang dapat dituliskan menjadi,
XA dXA
τp = CAo ∫
------- (7)
XA0 -rA
Persamaan (7) disebut sebagai
persamaan karakteristik reaktor alir pipa ( plug-flow reactor, PFR) kalau dibuatkan plot antara CAo/-rA
sebagai fungsi dari XA , maka τp merupakan luas bidang di bawah kurva dengan
batas dari XAo sampai dengan XA1.
CAo
-----
-rA
τp
XAo XA1
XA
Gambar. Harga τp dinyatakan dalam luas di
bawah kurva
2.
Volume campuran tetap selama reaksi
Kalau volume campuran tidak berubah
selama reaksi berlangsung, maka space
time (τp) adalah identik
dengan waktu tinggal campuran
tersebut di dalam reaktor. Untuk keadaan yang seperti ini persamaannya dapat
ditulis sebagai berikut:
CA CA
τp
= ∫ CAo dXA / -rA =
∫ dCA/ -rA ( 8 )
CAo CAo
Harga τp yang
diperoleh adalah ekivalen dengan waktu reaksi t di dalam sistim reaktor batch.
3.
Volume campuran berubah selama reaksi
Berubahnya volume campuran karena
adanya reaksi kimia akan mengakibatkan berubahnya laju alir campuran di setiap
titik sepanjang reaktor. Besarnya perubahan ini akan tergantung pada derajat
konversi yang di capai pada titik-titik tersebut. Makin jauh titik yang ditinjau
dari titik inputnya, maka makin besar pula derajat konversinya sehingga laju
alir volumenya akan makin berbeda dari laju alir volume asalnya.
Hubungan antara laju alir pada suatu
konversi ( υ ) terhadap laju alir asal (υo) adalah identik dengan
hubungan antara volume campuran ( V ) dengan volume campuran asal ( Vo)
untuk reaktor batch yaitu :
υ = υo
( 1 + εA XA ) ( 9 )
VXA =1 – VXA= 0
dimana εA =
---------------------- (10)
VXA=0
Adanya perubahan laju alir ini akan
secara langsung mempengaruhi banyaknya hasil reaksi yang terjadi. Secara
kuantitatif, pengaruh perubahan volume terhadap hasil yang diperoleh da
diturunkan berdasarkan persamaan 7.
XA dXA
τp = CAo ∫
-------
XA0 -rA
Karena Vp dan υo
mempunyai harga – harga yang sudah tertentu , maka space time (τp)
akan selalu konstan dan tidak dipengaruhi oleh ada atau tidaknya perubahan
volume campuran selam areaksi . Variabel yang dipengaruhi oleh adanya perubahan
ini hanyalah – rA yang
merupakan fungsi dari CA.
Misalnya untuk reaksi orde n.
-rA
= k CAn (11)
FA NA
dimana CA =
----- (12) ( ingat CA ≠ --------- )
υ Vreaktor
FA0
( 1- XA)
CA =
--------------------- (13)
νo
( 1+ εAXA)
Korelasi antara space time ( τp ) dengan XA diperoleh dengan
memasukkan persamaan 11 dengan 7-13 ke
dalam persamaan 7, yaitu :
XA dXA
τp = CAo ∫
-------------------------------
(14 )
0 n ( 1 – XA )n
k CAo
------------------
( 1 +
εAXA )n
Atau,
CAo 1-n XA ( 1 +
εAXA )n
τp = ---------
∫ --------------------- d XA
(15)
k 0 ( 1 – XA )n
Harga τp ini sering
dipakai di dalam perhitungan perhitungan desain suatu reaktor alir pipa,
walaupun secara fisis besaran ini tidak
menunjukkan waktu reaksi di dalam reaktor. Waktun reaksi yang dimaksud
biasanya dituangkan dalam besaran waktu yang lain yang disebut waktu tinggal
rata-rata campuran di dalam reaktor, dengan definisi sebagai berikut:
V
τ rata-rata = ∫
dV / υ = waktu tinggal rata-rata
(16)
0
Hubungan τ rata-rata
dengan XA diperoleh
berdasarkan neraca massa komponen A di dalam reaktor :
d V (
-rA ) = FAo dXA (17)
atau,
FAo
dXA
dV =
-------------- (18)
( -rA )
Karena υ merupakan fungsi XA
menurut persamaan 7-9, maka waktu tinggal rata-rata campuran di dalam reaktor
dapat dinyatakan sebagai berikut :
XA FAo dXA
τ rata-rata = V/
υ =
∫
------------------------------- (19)
0 υo (
1 + εA XA ) ( -rA
)
atau
XA dXA
τ rata-rata = CAo ∫
-------------------------- (20)
0
( 1 + εA
XA ) ( -rA )
Bila volume campuran berubah sesuai dengan konversi reaksi
maka untuk :
1)
Reaksi orde nol
XA dXA XA dXA
τ rata-rata = CAo ∫
---------------- = CAo ∫ ---------------- (21)
0
( -rA ) 0 k
2) Reaksi orde satu
irreversibel
A
Produk dengan -rA = k
CA
NA NA0 ( 1 – XA ) ( 1 – XA )
CA = ------ =
----------------- = CA0 --------------
(22)
V Vo ( 1
+ εA XA)
( 1 + εAXA )
sehingga :
XA dXA XA dXA
τ rata-rata = CAo
∫ ---------- = CAo ∫ -------------------------------- (23)
0 (
-rA ) 0 k CAo ( 1-XA )/ ( 1 +
εAXA )
XA ( 1 + εAXA ) dXA
=
1/k ∫ --------------------
0
( 1-XA )
k τ = - ( 1 + εAXA ) ln ( 1
– XA ) - εAXA (24)
3)
Reaksi orde satu reversible
A r R, dengan M = CR0 / CAo
- rA = k1 CA - k2
CR dan XAe = konversi reaksi pada kesetimbangan
XA dXA
τ rata-rata = CAo
∫ ---------------------- (25)
0 k1 CA - k2
CR
XA dXA
τ rata-rata = CAo
∫
----------------------------------------------------------
0 k1
( CA0 - CA0 XA ) - k2
( CA0 M + CA0 XA
)
M + r XAe XA
k 1 τ
rata-rata = ---------------- [ - ( 1
+ εAXA ) ln ( 1 - ----- ) -
εAXA ) (7-26)
M + r XAe
Contoh Soal 1
Penentuan space time untuk
reaktor plug flow
Reaksi homogen fase
gas, A 3 R. Persamaan laju reaksi
pada 215 oC adalah :
-rA = 10-2
CA1/2 ( mol
/ liter.sec )
Hitunglah space time yang
dibutuhkan untuk mendapatkan konversi 80%. Umpan masuk reaktor terdiri dari 50%
A dan 50% inert. Reaktor dioperasikan pada 215 oC dan 5 atm (CAo
= 0,0625 mol/liter).
Penyelesaian :
Berdasarkan perbandingan stoikhiometri untuk umpan terdiri dari 50 %
inert, jadi 2 bagian volume gas umpan menghasilkan 4 bagian volume produk untuk
reaksi sempurna, sehingga :
Dari persamaan karakteristik reaktor plug flow dapat ditulis ;
Persamaan bagian integral di atas dapat diselesaikan secara grafis,
numeris dan analitis. Masing diuraikan sebagai berikut :
(i)
integrasi grafis.
Disusun tabel dan
dibuatkan grafik sebagai berikut :
XA
|
|
|
0
0,2
0,4
0,6
0,8
|
1
1,5
2,3
4
9
|
1
1,227
1,528
2
3
|
Area di bawa grafik
= = (1,70)(0,8) = 1,36
(ii)
integrasi numeris
Dengan menggunakan
hubungan Simpson rule’s dengan mengambil interval yang sama diperoleh :
= (tinggi rata-rata)(lebar total)
(iii)
analitis
Integrasi dari
persamaan tersebut :
sehingga,